Total Tayangan Halaman

Minggu, 08 Juni 2014

I.JUDUL Pengisi Avicel PH 102 dan Dekstrosa dalam Tablet Kunyah Ekstrak Etanol Optimasi Kombinasi Bahan Herba Pegagan (Centella asiatica) Menggunakan Metode Simplex Lattice Design III.ABSTRAK Herba pegagan mempunyai khasiat sebagai imunomodulator, sehingga perlu dibuat tablet kunyah. Pembuatan tablet kunyah dari ekstrak etanol daun herba pegagan memerlukan bahan pengisi untuk memperoleh tablet yang memenuhi syarat berdasarkan sifat fisiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi optimum campuran Avicel PH 102 dan Dekstrosa yang berfungsi sebagai bahan pengisi dengan metode simplex lattice design. Ekstrak herba pegagan diperoleh dengan metode maserasi menggunakan etanol 96%. Ekstrak dikeringkan dengan ditambah aerosil selanjutnya ditambah gula stevia dan bahan pengisi sesuai komposisi simplex lattice design, yaitu formula I, II dan III berturut-turut adalah 100% Avicel PH 102, 50% Avicel PH 102 dan 50% Dekstrosa, dan 100% Dekstrosa. Tablet kunyah dibuat dengan kempa langsung. Hasil uji sifat fisik tablet kunyah dibuat profil sifat fisik tablet kunyah kemudian dihitung respon totalnya untuk mendapatkan formula optimum. Data yang diperoleh dari uji sifat fisik tablet kunyah kemudian dianalisis dengan menggunakan Uji T dengan taraf kepercayaan 95%. Kata kunci : Herba pegagan, Imunomodulator, tablet kunyah, simplex lattice design ABSTRACT Centella asiatica can be use as , so need to be made dosage form of chewable tablets. The making of chewable tablets from ethanolic extract of Centella asiatica need selection filler to get a good physical characteristic of chewable tablets. This research has purpose to know the optimum composition of Avicel PH 102 – Dexstrose combination as filler in tablet using simplex lattice design method. Centella asiatica extract was obtained from maceration using 96% ethanol as solvent. Extract was dried with aerosil and then was added with stevia sugar and composition of filler according to simplex lattice design method composition, formula I, II, and III were 100% Avicel PH 102, 50% Avicel PH 102 – 50% Dexstrose, and 100% Dexstrose respectively. Chewable tablet was made by direct compact. The result of physical characteristic test of chewable tablet was made profile and then the total respond was calculated to get the optimal formula. Obtained data from chewable tablet physical characteristic test were analyzed using T test (P 95%). Keywords : Centella asiatica, Immunomodulator, chewable tablet, simplex lattice design IV.PENDAHULUAN Sampai saat ini masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional memiliki sedikit efek samping bila dibandingkan dengan obat-obat modern (sintetik). Hal inilah yang menjadi alasan mengapa masyarakat menyukai obat tradisonal sebagai pilihan pengobatan. Alasan ini didukung dengan adanya faktor biaya yang tidak dapat dijangkau oleh masyarakat terhadap obat-obatan modern. Bahan-bahan alam yang sering digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh (immunomodulator) antara lain meniran, mengkudu, lidah buaya, apel, papaya, stroberi, jambu batu, pegagan, dan jeruk. Herba pegagan (C.asiatica (L) Urb) mengandung glikosida triterpenoid,hidrokalium,steroid, tanin, minyak atsiri, minyak lemak, oksiasatikosida, gula pereduksi dan garam-garam mineral.(anonim, 1983),saponin, polifenol, alkaloid dan flavonoid (Syamsuhidayat, 1991).Pegagan dapat pula digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ,obat diuretik, obat saluran empedu, wasir, batuk kering untuk anak-anak, perdarahan hidung, tukak lambung, sakit ginjal, obat kumur pada sariawan, dan keracunan karena makan jengkol (sastroamidjoyo,1980).Bahkan telah dilakukan penelitian tentang study sekresi reaktif oksigen intermediates (ROI). Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hamper semua organisme atau toksin yang merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan itu disebut imunitas. Organisme atau toksin itu terutama bakteri akan diingesti oleh sel fagosit. Fagositsis adalah ingesti bahan partikel, terutama bakteri dalam sitoplasma sel fagosit. Fagositosis merupakan sifat umum dari sel . Fagosit professional adalah polimorfonukleat dan macrofag. Sel-sel ini akan meningesti partikel asing yang belum pernah kontak sebelumnya dengan partikel-partikel, namun kemampuannya melakukan fagositosis sangat diperbaiki dengan adanya zat kimia atau antibody yang telah diproduksi tubuh sebagai akibat adanya kontak tersebut. Proses ditingkatkannya fagositosis oleh zay\t-zat tersebut disebut opsonisasi. Tablet kunyah merupakan sediaan yang dimaksudkan hancur perlahan–lahan dalam mulut dengan kecepatan wajar dengan atau tanpa mengunyah dengan sesungguhnya, memberikan residu yang enak dalam mulut, meningkatkan kepraktisan pemakaian dan tidak memerlukan air sehingga dapat di konsumsi pekerja, wisatawan, dan sebagainya dalam menjalankan aktivitasnya sehari–hari. Dengan hancur secara perlahan-lahan tablet kunyah tersebut, diharapkan zat aktif yang ada di dalam tablet kunyah dapat teradsorbsi secara cepat oleh usus (Anonim, 1995). Untuk menunjang dalam pembuatan tablet kunyah tersebut, bahan pengisi yang digunakan antara lain kombinasi Avicel PH 102-Dekstrosa dengan menggunakan metode kempa langsung. Penggunaan kombinasi bahan pengisi Avicel PH 102 dan Dekstrosa bertujuan untuk mendapatkan sifat alir yang baik dan kompaktibilitas yang baik. Avicel PH 102 memiliki kompaktibilitas yang baik tetapi sifat alirnya kurang baik karena bentuk partikel yang berpori dalam partikel maupun antar partikel. Avicel PH 102 memiliki bulk density yang rendah (Bolhuis dan Holzer, 1996), selain itu Avicel PH 102 harganya mahal apalagi digunakan dalam kadar yang tinggi. Sedangkan Dekstrosa memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik. Disamping harganya murah juga sering digunakan untuk formulasi tablet kunyah karena memberikan rasa manis. Selama ini untuk mendapatkan formula optimum digunakan metode trial and error (pendekatan coba-coba/orientasi). Metode ini mempunyai banyak kelemahan yaitu tidak ada konsep, bersifat orientasi, butuh waktu, tenaga, dan biaya yang lebih banyak. Untuk menghindari hal tersebut salah satunya adalah melalui metode simplex lattice design. Metode simplex lattice design merupakan salah satu metode untuk mencari formula optimum suatu sediaaan farmasi agar penelitian yang dilakukan lebih terkonsep bukan hanya coba-coba (trial and error). Berdasarkan uraian tersebut dengan metode simplex lattice design penelitian ini berusaha untuk mendapatkan proporsi campuran Avicel PH 102 – Dekstrosa yang optimum sebagai bahan tambahan. Aplikasi dari metode ini diharapkan mampu menjadikan kombinasi bahan tambahan yang digunakan dapat berfungsi optimum baik sebagai bahan pengisi, pengering maupun penghancur sehingga akan diperoleh formula tablet kunyah ekstrak etanol pegagan seperti yang diinginkan. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian studi optimasi pembuatan tablet kunyah ekstrak etanol pegagan ( Centella asiatica L ) menggunakan campuran Avicel PH 102 – Dekstrosa secara kempa langsung dengan metode simplex lattice design yang dilanjutkan dengan uji sifat fisik campuran serbuk dan tablet. V. TUJUAN 1. Mengetahui bahwa ekstrak etanol pegagan dapat dibuat tablet kunyah. 2. Mengetahui proporsi optimum campuran Avicel PH 102 – Dekstrosa yang berfungsi sebagai bahan tambahan dengan menggunakan metode simplex lattice design 3. Mengetahui sifat fisik campuran serbuk dan sifat fisik tablet kunyah pada formula optimum Avicel PH 102 – Dekstrosa. VI. METODE Maserasi Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara eksraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya dipotong–potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung sinar matahari langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda–beda, masing–masing farmacope mencantumkan 4–10 hari (Voigt, 1984). Maserasi merupakan proses paling tepat dimana serbuk yang halus dimungkinkan untuk direndam sampai meresap dan melunak susunan sel, sehingga zat yang mudah larut akan terlarut. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, hal ini dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dengan cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel. Larutan yang pekat di dalam sel didesak keluar. Peristiwa ini berulang-ulang sampai terjadi kesetimbangan antara larutan di luar dan di dalam sel (Anonim, 1986). Pada metode ini tidak digunakan adanya pemanasan sehingga metode ini sangat baik untuk zat–zat yang tidak tahan terhadap pemanasan. Keuntungan lain dari metode ini yaitu penyariannya dapat lebih diefektifkan dengan pemanasan lemah, pengadukan dan remaserasi (Ansel, 1985). Selain itu, keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Anonim, 1986). Adapun kelemahan dari metode ini yaitu terjadinya kejenuhan, sehingga penyariannya terbatas (Ansel, 1985). Kerugian cara maserasi yang lain adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim,1986). Metode–metode pembuatan tablet dapat dilakukan dengan cara : a. Metode kempa langsung (direct compression) Kempa langsung adalah pengempaan bahan obat atau campuran bahan obat dengan bahan tambahan berbentuk serbuk tanpa proses granulasi (Voigt, 1984). Bahan tambahan yang biasa digunakan pada metode ini relatif lebih mahal karena mempunyai spesifikasi khusus. Pengisi yang dapat langsung dikompresi adalah zat netral yang dapat dikompakkan dengan sedikit kesukaran dan dapat dikempa walau sejumlah obat dicampur dengannya. Kapasitas kempa tetap dipertahankan pada saat bahan tablet lain yang perlu untuk pengaliran, disintergrasi, dan sebagainya dicampurkan kedalamnya. Bahan–bahan yang dikempa langsung, disamping baik alirannya dan kompresibilitasnya, juga harus inert, tidak berasa, dapat dikerjakan kembali, bisa pecah dan murah (Lachman dkk, 1986). Beberapa granul bahan kimia seperti kalium klorida, kalium iodida, amonium klorida dan metenamin, memiliki sifat mudah mengalir sebagai mana juga sifat–sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering (Ansel, 1985). Metode pembuatan secara kempa langsung dinilai sebagai metode yang paling praktis bila dibandingkan metode granulasi. Metode kempa langsung merupakan metode alternatif untruk mengatasi kesukaran–kesukaran yang ada dalam proses granulasi. Metode ini memiliki keuntungan bila dibandingkan metode lain, yaitu lebih ekonomis (hemat waktu dan energi), meniadakan kebutuhan bahan untuk granulasi yang relatif lebih banyak dan mahal, sesuai untuk zat yang tidak tahan panas dan kelembaban tinggi, menghindari kemungkinan perubahan zat aktif akibat pengkristalan kembali yang tidak dikehendaki selama proses pengeringan, menghindari zat aktif dari tumbukan mekanik yang berlebihan, sangat mungkin diadakan otomatisasi (Fudholi, 1983). Meskipun demikian, metode kempa langsung masih terbatas penggunaannya. Hal ini disebabkan metode ini tidak cocok untuk membuat tablet, dimana bahan obatnya tidak kompressibel dan memiliki fluiditas yang jelek, serta kadar obat tiap tablet besar (Sheth dkk, 1980). Selain itu, ada beberapa keterbatasan lain pada teknik ini, yaitu perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara obat dengan pengisi menimbulkan stratifikasi diantara granul, yang selanjutnya dapat menimbulkan tidak seragamnya isi obat dalam tablet. Stratifikasi dan masalah keseragaman kandungan merupakan hal menerik pada obat dosis rendah; obat dosis besar dapat menimbulkan masalah dengan kempa langsung bila tidak mudah dikempa dengan obatnya sendiri. Untuk memudahkan pengempaan bagi obat-obat dosis besar yang tidak dapat dikempa, yang biasanya dibatasi sampai 30 % dari formula kempa langsung, dapat memerlukan sejumlah besar bahan pengisi sdemikian besar sehingga tablet yang diperoleh menjadi mahal dan sukar ditelan; dalam beberapa keadaan pengisi dapat bereaksi dengan obat. Seperti antara senyawa amin dan laktosa spray dried, yang akan membentuk warna kuning; karena kempa langsung keadaanya kering, aliran statik dapat terjadi pada obat selama pencampuran dan pemeriksaan rutin, yang mungkin dapat mencegah keseragaman distribusi obat dalam granul (Lachman dkk, 1986). b. Metode Granulasi (granulation) 1) Metode granulasi kering (dry granulation) Metode ini biasa digunakan untuk pembuatan tablet yang bahan obatnya peka terhadap panas, air atau keduanya. Misalnya vitamin C, kalsium laktat dan sebagainya. Pada metode ini, granulat yang terbentuk dilakukan dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dan menjadikannya pecahan–pecahan ke dalam bentuk granul yang lebih kecil. Proses ini disebut sebagai slugging. Metode granulasi kering ini khususnya dilakukan untuk bahan obat yang memiliki fluiditas dan kompressibilitas yang jelek dan tidak tahan terhadap adanya pemanasan dan kepekaan terhadap air. Keuntungan dari granulasi kering atau slugging adalah penggunaan alat dan tempat yang sedikit (Sheth dkk, 1980). Selain itu, Metode ini membutuhkan lebih sedikit waktu dan karenanya lebih ekonomis daripada granulasi basah. Cara ini sangat tepat untuk zat–zat yang peka terhadap suhu tinggi atau bahan obat yang tidak stabil dalam air (Voigt, 1984). Meskipun demikian, metode Granulasi kering atau slugging mempunyai kerugian, antara lain membutuhkan tekanan yang besar untuk membentuk slug, tidak bisa mencapai distribusi warna yang sama seperti granulasi basah, dimana dye dapat tergabung dengan larutan bahan pengikat, tekanan roll tekan seperti chilsonator tidak dapat digunakan dengan obat yang tidak larut mungkin sejak rata–rata disolusi memperlambat, proses memelihara menimbulkan debu yang lebih banyak daripada granulasi basah, sehingga menambah kontaminasi yang potensial (Sheth dkk, 1980). 2) Metode granulasi basah (wet granulation) Pembuatan tablet dengan metode granulasi basah merupakan metode yang paling lama dikenal orang, sampai sekarangpun masih banyak digunakan walaupun mengalami proses yang cukup panjang. Sehingga kelemahan dari metode ini adalah biaya (Sheth dkk, 1980). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain menaikan kohesifitas dan kompresibilitas serbuk, sehingga diharapkan tablet yang akan dikempa dari bentuk dan jumlah granul yang terbentuk akan menghasilkan masa tablet yang kompak, cukup keras dan rapuh; menjaga homogenitas dan memperbaiki distribusi zat aktif bahan obat tersebut karena dipakainya bahan pengikat; untuk obat yang bersifat hidrofob, sistem granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan pelarutan zat aktif dengan penambahan cairan pelarut yang cocok pada bahan pengikat (Fudholi, 1983). Tablet disamping zat aktifnya biasanya juga terdiri dari zat–zat yang berfungsi sebagai bahan tambahan. Pada dasarnya bahan tambahan harus bersifat sebagai berikut netral, tidak berbau, tidak berasa, sedapat mungkin berwarna (Voigt, 1984). A. Optimasi dengan Simplex Lattice Design Simplex lattice design merupakan metode yang digunakan untuk menentukan optimasi formula pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan (dinyatakan dengan beberapa bagian), yang jumlah totalnya dibuat sama yaitu sama dengan satu bagian. Profil respon dapat ditentukan melalui persamaan berdasarkan Simplex lattice design (Bolton, 1997). Y= a (A) + b (B) + ab (A)(B) Keterangan : Y = respon atau efek yang dihasilkan a, b, ab = koefisien yang didapat atau dihitung dari percobaan (A) dan (B) = kadar komponen,dengan jumlah (A) + (B) selalu harus satu bagian Contoh. Penerapan Simplex lattice design dapat digambarkan dalam sistem 2 komponen pelarut pada berbagai kombinasi yang berbeda. Dari hasil percobaan dapat dibuat suatu profil yang menggambarkan hubungan antara berbagai kombinasi pelarut dengan banyaknya zat yang terlarut. Pada penerapan 2 faktor (komponen pelarut) perlu dilakukan 3 percobaan yaitu untuk mengetahui kelarutan obat pada pelarut A 100 %, pelarut B 100 %, dan pada campuran 50 % A : 50 % B. Sesuai dengan gambar I, dari hasil B, berturut-turut adalah 10 mg/ml, 15 mg/ml, dan 20 mg/ml. Percobaan pertama, menggunakan pelarut A saja berarti = (A) = 100 % = 1 bagian (B) = 0 % = 0 bagian Dari hasil percobaan zat yang terlarut 10 mg/ml Y = a (A) + b (B) + ab (A)(B) 10 = a (1) + b (0) + ab (1)(0) a =10 Percobaan kedua, menggunakan pelarut B saja berarti = (A) = 0 % = 0 bagian (B) = 100 % = 1 bagian Dari hasil percobaan, zat yang terlarut 15 mg/ml Y = a (A) + b (B) + ab (A)(B) 15 = a (0) + b (1) + ab (0)(1) b = 15 Percobaan ketiga, menggunakan campuran pelarut A dan B masing-masing 50% berarti (A) = 0, 5 bagian (B) = 0,5 bagian Dari hasil percobaan, zat yang terlarut 20 mg/ml Y = a (A) + b (B) + ab (A)(B) 20 = 10 (0,5) + 15 (0,5) + ab (0,5)(0,5) Ab = 30 Hasil persamaan : Y =10 (A) + 15 (B) + 30 (A)(B) Dari persamaan tersebut, secara teoritis dapat menentukan profil hubungan kelarutan zat dengan campuran pelarut. Misalnya dalam campuran pelarut A 75% dan B 25% maka kelarutan zat adalah : Y = 16,875 (Bolton, 1997) VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pemeriksaan kualitas tablet Untuk mendapatkan tablet yang baik dan bermutu perlu dilakukan evaluasi kualitas seperti tablet pada umumnya yang meliputi: evaluasi kualitas, bahan baku, granul maupun tablet yang dihasilkan, tahapan proses pembuatan juga perlu diperhatikan. Evaluasi tersebut meliputi: a. Evaluasi sifat fisik campuran serbuk Pada umumnya sebelum penabletan dilakukan, bahan obat dan bahan pembantu yang diperlukan dan digranulasi. Pada dasarnya tiap bahan yang akan dibuat harus memiliki 2 karakteristik: kemampuan mengalir dan dapat dicetak. Sifat mengalir sepertinya penting untuk mentransfer bahan melalui hopper, ke dalam dan melalui alat pengisi ke dalam die. Karena itu bahan tablet harus dalam bentuk fisik yang membuatnya dapat mengalir sempurna dan seragam (Banker dan Anderson, 1994). Beberapa uji yang biasa digunakan untuk mengetahui sifat fisik campuran granul adalah: 1) Uji Waktu alir Waktu alir diukur dengan secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan metode pengetapan. Pengetapan adalah penurunan volume sejumlah granul atau serbuk akibat ketahanan (tapped) dan getaran (vibrating). Semakin kecil indeks pengetapan (%) semakin baik sifat alirnya. Volumenometer terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan ke bawah dengan bantuan motor pengerak. Granul dengan indeks pengetapan kurang dari 10% mempunyai sifat alir yang baik. 2) Bulk Density (Densitas masa) Bulk density adalah densitas masa granul yang didapat dari pembagian massa granul dengan volume total. Densitas massa tergantung pada bentuk granul. Disamping itu, ukuran granul juga berpengaruh pada densitas massanya. Densitas massa menurun jika ukuran granul besar. Densitas massa menurun jika ukuran granul besar. Densitas massa akan mempengaruhi rasio kompresi yang berefek pada ketebalan tablet dan juga berpengaruh pada sifat alir (Banker dan Anderson, 1986). 3) Kompaktibilitas Uji kompaktibilitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan granul untuk saling melekat menjadi massa yang kompak, digunakan mesin tablet single punch dengan berbagai tekanan dari yang rendah ke yang tinggi dengan mengatur kedalaman punch atas turun ke ruang die. Kompaktibilitas digambarkan oleh kekerasan tablet yang dihasilkan. b. Evaluasi sifat fisik tablet yang dihasilkan Campuran granul yang telah dikempa menjadi tablet kemudian diuji sifat fisika, dan sifat kimia untuk mengetahui apakah tablet yang dihasilkan dapat diterima dengan baik. Evaluasi tersebut meliputi: 1) Keseragaman Bobot Keseragaman bobot ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot tiap tablet terhadap bobot rata - rata dari seluruh tablet yang masih diperbolehakan. Menurut Farmakope Indonesia edisi III tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata - ratanya lebih besar 5%, dan tidak boleh satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari 10% (Anonim, 1979). Persyaratan dalam Farmakope Indonesia edisi III (1979) terdapat Tabel I. Tabel I. Persyaratan Keseragaman Bobot Tablet (Anonim, 1979). Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata dalam (%) A B 25 atau kurang 15 30 26 – 150 10 20 151 – 300 7,5 15 Lebih dari 300 5 10 2) Kekerasan Tablet Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan tablet melawan tekanan mekanik, goncangan dan terjadinya keretakan tablet selama pembungkusan, mempengaruhi kekerasan tablet antara lain metode granulasi, macam dan jumlah bahan pengikat yang digunakan. Tablet secara umum mempunyai kekerasan 4 - 8 kg (Parrott, 1971). Sedangkan menurut Fonner et al., (1981) kekerasan tablet tidak bersalut adalah 5 kg. Untuk tablet kunyah mempunyai standar kekerasan yang relatif lebih tinggi dibanding dengan tablet pada umumnya, yaitu 7-14 kg ( Daruwala, 1980 ). 3) Kerapuhan Tablet Kerapuhan tablet merupakan gambaran lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan dan goncangan. Tablet yang baik mempunyai nilai kerapuhan tidak lebih 1 % dari bobot semula (Parrott, 1971). 4) Uji Tanggapan Rasa Tablet kunyah hendaknya mempunyai rasa yang enak dan menyenangkan sehingga dapat diterima oleh konsumen pada saat digunakan (Daruwala, 1980). Tanggapan rasa tablet kunyah yang dilakukan terhadap 30 responden yang dipilih secara acak. Setiap responden mendapat kesempatan yang sama untuk mencicipi tablet kunyah dari formula optimum dan memberikan tanggapan dapat tidaknya digunakan sebagai tablet kunyah. VIII. KESIMPULAN 1. Ekstrak etanol herba pegagan dapat dibuat tablet kunyah 2. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak etanol herba pegagan meningkatkan sekresi ROI oleh makrofag mencit betina galur swiss yang diinduksi oleh sel SP-C1 3. Perlu dibuat variasi formula untuk mendapatkan jumlah optimum Avicel PH 102 dan Dekstrosa Dengan metode SLD 4. Perlu dilakukan uji tanggapan rasa terhadap konsumen IX. DAFTAR PUSTAKA Agustina, Emilya, 2004. Pengembangan Formulasi Tablet Dispersi Padat Furosemid Secara Kempa Langsung Menggunakan Filler-Binder Avicel PH 102 - Emdex. Skripsi Fakultas MIPA, Jurusan Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, hal 6 - 8, 48, 354, 510, 591, 762, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 1-11, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, hal 4, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Daruwala, J. B., 1980, Chewable Tablet in Lachman, L., Lieberman, H. A., (editor), Pharmaceutical Dosage Forms; Tablets: vol I, hal 289-336, Marcel Dekker lnc., New York Fonner, D.E., Anderson, N.R. and Banker, G.S., 1981, Granulation and Tablet Characteriation in Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L., (eds), Pharmaceutical Dossage Form: Tablet: Vol II, Hal 242-248, Marcell DekkerInc, Newyork Fudholi. A, 1983, Metode Formulasi Dalam Kompresi Direct Majalah Medika, No. 7, tahun 9, hal 586-593 Grafiti Medika Press, Jakarta Voigt, R, 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Noerono, S 5th, hal 204-208, 562 – 564, 568 - 570 Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar